Rata-rata usia menikah orang Jepang dari tahun ke tahun terus naik, untuk pria berkisar di usia 31,1 tahun sedangkan untuk wanita di usia 29,4 tahun (2019). Di Indonesia pun terjadi hal yang sama, tetapi rata-ratanya masih di umur 24 tahun. Berdasarkan data ini, bisa dilihat bahwa orang Jepang rata-rata terlambat menikah.
Baik pemerintah maupun penelitian nasional melakukan berbagai macam survei untuk mencari tahu alasan anak-anak muda Jepang menikah atau tidak menikah, dan bagaimana pandangan mereka terhadap pernikahan.
Kali ini, saya akan menjelaskan beberapa alasan utama mengapa akhir-akhir ini pria Jepang belum ingin atau tidak ingin menikah.
Khawatir akan masalah keuangan
Pendapatan tidak meningkat, Pekerjaan yang tidak stabil
Berdasarkan hasil survei, alasan “mengapa belum atau tidak menikah” yang paling banyak disebutkan pria lajang berumur 20-30 tahun adalah masalah keuangan.
Masalah keuangan ini terdiri dari biaya untuk resepsi pernikahan, biaya awal saat pindahan, biaya kebutuhan anak setelah lahir, pembayaran pinjaman rumah dan biaya-biaya jangka panjang lainnya.
Dahulu di Jepang berlaku perekrutan karyawan jangka panjang, di mana setelah lulus seseorang bisa bekerja hanya di satu perusahaan sampai mereka pensiun, dan tentunya akan mendapatkan kenaikan gaji karena loyalitasnya. Pada saat itu, anak-anak muda dengan mudahnya bisa bekerja sesuai dengan keinginan mereka, dengan menjadi karyawan jangka panjang, pendapatan mereka akan cukup untuk menghidupi istri dan 2, 3 anak, oleh karena itu mereka pun tidak khawatir untuk menikah.
https://kepojepang.com/perekrutan-lulusan-baru/
Akan tetapi, akibat terjadinya resesi, setelah lulus kuliah orang-orang sulit untuk menemukan pekerjaan. Walaupun sudah berumur, sulit untuk menjadi karyawan tetap, bahkan bekerja sekeras apapun pendapatan tidak akan meningkat, belum lagi ada risiko perusahaan bangkrut dan berakibat kepada pengurangan karyawan.
Karena alasan ini, terutama bagi mereka yang lulus kuliah setelah tahun 2000, akan sulit mendapatkan kesempatan bekerja setelah lulus, bahkan sampai sekarang pun masih banyak yang belum mendapatkan pekerjaan tetap, masa ini disebut “Shuushoku Hyougaki Jidai, Zaman Es Pekerjaan”. Kira-kira mereka yang mengalami masa ini sekarang sudah berumur 40-an lebih. Pada masa ini, orang-orang yang merasa khawatir akan masalah keuangan menghindari pernikahan.
Masih banyak yang berpendapat bahwa “Pria adalah tulang punggung keluarga”
Pertumbuhan ekonomi Jepang saat ini sangat meningkat walaupun berbeda dengan masa terbaik perekonomian Jepang dulu (zaman bubble boom). Pertumbuhan ekonomi Jepang sempat terhenti, tetapi saat ini Jepang ada di era pertumbuhan ekonomi yang rendah akibat dari resesi dalam jangka waktu panjang. Oleh karena itu, “Zaman Es Pekerjaan” pun berakhir, namun anak-anak muda masih tetap menyimpan kekhawatiran bahwa mereka mungkin tidak bisa terus bekerja di perusahaan ini atau mereka tidak akan mendapatkan kenaikan gaji.
Baik pria maupun wanita memiliki pemikiran yang sama, demi menghilangkan kekhawatiran akan masalah keuangan alangkah lebih baik jika suami dan istri saling membantu, akan tetapi ada juga pria yang memikirkan tanggung jawab utamanya sebagai tulang punggung keluarga. Perubahan zaman selaras dengan meningkatnya jumlah wanita yang bekerja, akan tetapi bagi seorang pria yang memiliki pemikiran kuat bahwa merekalah yang harus menanggung masalah keuangan, ketika pendapatan sendiri dirasa tidak cukup, mereka akhirnya mengabaikan pernikahan.
Faktanya, berdasarkan status pekerjaan, survei menunjukkan bahwa pria yang tidak menikah memiliki keinginan yang lebih besar untuk menikah dibandingkan dengan wanita yang tidak menikah. Dengan kata lain, pengusaha dan pegawai tetap banyak yang memiliki keinginan untuk menikah, sedangkan mereka yang hanya karyawan sementara, pekerja paruh waktu atau pengangguran, persentase jumlah yang ingin segera menikah turun secara signifikan.
Sebaliknya, bagi wanita, pekerjaan seperti apapun tidak mengubah keinginan mereka untuk menikah.
Menikah bukanlah suatu keharusan
Orang-orang terdekat tidak mempermasalahkan (Menghindari perjodohan)
Jawaban yang paling banyak disebutkan baik oleh pria maupun wanita lajang ketika ditanya alasannya belum menikah adalah “Mungkin belum perlu”.
Pertama-tama, hal ini erat hubungannya dengan perubahan proses pernikahan bagi orang Jepang. Beberapa tahun ke belakang, keluarga yang memiliki anak laki-laki maupun perempuan yang sudah cukup umur untuk menikah akan mencarikan pasangan melalui kenalan mereka, setelah itu mereka akan mengatur pertemuan. Jika tidak ada masalah apapun, dilanjutkan ke tahap selanjutnya dengan tujuan untuk menikah.
Akan tetapi sekarang ini, jarang sekali ada orang tua yang mengatur perjodohan seperti itu. Para anak muda bertemu pasangannya di sekolah, kantor atau komunitas, berpacaran lalu menikah. Ini adalah hal yang umum pada zaman sekarang. Sekarang, orang terdekat tidak memaksa untuk membawa pasangan atau meminta mereka cepat-cepat menikah, oleh karena itu mereka merasa tidak perlu cepat-cepat mencari pasangan.
Meningkatnya pria yang bisa melakukan banyak hal
Dalam beberapa tahun terakhir, bukan tentang tugas wanita dibandingkan pria, banyak dukungan yang menyatakan masing-masing pribadi memiliki kepentingan dalam membesarkan anak. Beberapa tahun lalu sedikit sekali orang tua yang mengajarkan urusan pekerjaan rumah tangga kepada anak laki-laki mereka dan menyerahkan semua pekerjaan rumah kepada istri setelah mereka menikah.
Tetapi sekarang, agar anak laki-laki pun bisa menjaga diri sendiri dan tidak memalukan, orang tua berusaha membuat mereka menjadi orang dewasa yang mandiri. Di sekolah pun, tanpa membedakan laki-laki atau perempuan, mereka diharuskan mengambil kelas memasak dan menjahit.
Hasilnya, pria yang bisa melakukan banyak hal pun meningkat, mereka dapat dengan mudah melakukan pekerjaan rumah dan mengurus diri sendiri tanpa perlu bantuan wanita (istri), sehingga mereka merasa tidak perlu segera menikah.
Kehidupan yang semakin praktis
Selain itu, bagi pria yang merasa pekerjaan rumah tangga itu merepotkan dan tidak bisa melakukannya dengan baik, mereka diuntungkan oleh perkembangan zaman. Saat ini, sudah banyak sekali alat-alat rumah tangga yang praktis, seperti mesin cuci otomatis, robot pembersih ruangan dan sebagainya. Dan untuk makanan, ada mini market dan supermarket, walaupun rasanya biasa-biasa saja, banyak makanan yang bergizi.
Dengan begini, pertimbangan antara “menghabiskan hidup bersama istri” dan “hidup bebas sendirian”, anak muda lebih banyak memilih yang kedua.
Kesimpulan
Anak muda yang masih lajang sering berkata “Belum bisa menikah, belum ingin menikah”. Sebenarnya, alasan paling utama yang sering dipilih ketika ditanya mengapa mereka tidak menikah adalah “karena tidak ingin kehilangan kebebasan dan kesenangan”.
Orang-orang terdekat yang cepat-cepat menikah tidak ada, teman sekelas yang belum menikah pun banyak. Oleh karena itu, mereka menghabiskan waktu dengan minum bersama teman sekantor sepulang kerja, melakukan hobi di saat hari libur, atau bermain dengan banyak teman wanita. Kenyataannya, banyak orang yang mengatakan sulit terlepas dari kehidupan yang bebas dan menyenangkan seperti itu.