Rata-rata umur orang Jepang menikah berusia 31.1 tahun untuk pria dan untuk wanita sekitar 29.4 tahun (2019). Dengan kata lain, bagi orang Jepang menikah di usia 20-an itu dianggap terlalu dini.
Dari tahun ke tahun, orang-orang yang memutuskan untuk tidak menikah pun semakin meningkat, pria sekitar 23.4% dan wanita sekitar 14.1%. Akan tetapi, ketika ditanyakan soal pernikahan kepada para lajang yang berusia 20-an dan 30-an, banyak yang menjawab “Saya ingin menikah nanti”.
Jadi, apakah yang menyebabkan orang-orang Jepang tidak ingin menikah di usia muda, bahkan ada yang tidak berniat menikah seumur hidup?
Kekhawatiran masalah ekonomi
Pertumbuhan perekonomian di Jepang sudah berakhir sejak 30 tahun lalu, kira-kira sejak tahun 1990. selama 20 tahun, perekonomian jepang mengalami kemandekan dan kondisi perdagangan terus memburuk, masa ini dikenal sebagai “Ushinawareta nijuu-nen, 20 Tahun Kehilangan”. Pada masa ini dikenal sistem bekerja seumur hidup, artinya setelah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan, mereka sudah sewajarnya bekerja di perusahaan itu sampai tiba saatnya pensiun. Pendapatan akan terus meningkat jika bekerja dalam jangka waktu yang panjang, selain itu diberlakukan juga sistem gaji besar untuk angkatan senior yang sudah mengabdi lama di perusahaan tersebut.
https://kepojepang.com/perekrutan-lulusan-baru/
Akan tetapi, generasi yang lulus pada masa “20 Tahun Kehilangan” ini kesulitan mendapatkan kesempatan kerja karena adanya resesi, sehingga terpaksa bekerja sebagai karyawan kontrak atau sementara. Selain itu, walaupun sudah mendapatkan pekerjaan, tidak bisa mengharapkan kenaikan gaji karena adanya kemungkinan perusahaan mengalami kebangkrutan atau restrukturisasi. Hal ini menyebabkan banyak orang merasa khawatir akan ketidakpastian perekonomian di masa depan.
https://kepojepang.com/alasan-meningkatnya-usia-menikah-pria/
Pandangan yang mulai berubah
Tidak ingin kehilangan kebebasan, menikah bukanlah hal yang penting
Selama ini, Jepang memiliki pandangan bahwa seseorang harus menikah di umur tertentu, kemudian setelah menikah memiliki anak dan sebagainya. Oleh karena itu, keluarga yang memiliki anak perempuan dan laki-laki yang cukup umur untuk menikah akan mencarikan pasangan melalui kenalan mereka dan mengatur “omiai, perjodohan”. Namun, beberapa tahun terakhir, sudah jarang sekali sesama orang tua merencanakan perjodohan untuk anak mereka. Saat ini pernikahan lebih banyak dilandasi karena hubungan atau rasa cinta antara pria dan wanita yang dipertemukan secara alami.
Dengan begitu, pemikiran dan pandangan tentang keharusan menikah di usia tertentu atau harus menikah sekali seumur hidup pun mengalami perubahan. Mulai banyak orang yang berpikir, selagi masih muda, uang yang didapatkan lebih baik dinikmati oleh diri sendiri, menikah bisa dilakukan kapan saja tidak masalah walaupun sudah berumur. Ditambah orang tua yang menolak pemikiran-pemikiran lama pun semakin bertambah.
Tidak ada kesempatan untuk bertemu lawan jenis atau tidak tertarik kepada lawan jenis
Bagi mereka yang bekerja di tempat yang karyawannya hanya pria atau wanita saja dan tidak memiliki kegiatan sosial di luar kantor, atau mereka yang di bekerja di perusahaan yang sama dalam waktu lama dan hanya berhubungan dengan orang yang itu-itu saja, alasan mereka tidak menikah adalah “Tidak ada kesempatan bertemu lawan jenis”. Selain itu, beberapa dari mereka beralasan tidak memiliki ketertarikan pada percintaan setelah beranjak dewasa atau berpikir jika berhubungan dengan lawan jenis akan menimbulkan permasalahan yang tidak diinginkan.
Dahulu, sesama orang tua mengatur perjodohan dan memaksa pernikahan tanpa memikirkan keinginan atau kepribadian orang yang bersangkutan. Tetapi sekarang, karena mencari pasangan harus dilakukan oleh kita sendiri, mereka yang tidak tertarik akan percintaan atau yang kaku ketika bertemu lawan jenis tidak akan berusaha mencari kekasih. Akan lebih sulit lagi jika bekerja di tempat yang lawan jenisnya sedikit. Karena hal itulah, baik pria maupun wanita sudah terlalu berumur jika mereka berusaha mencari pasangan.
Persamaan antara pekerjaan pria dan wanita mulai berubah
Ingin fokus bekerja
Di Jepang, beberapa tahun terakhir ini perempuan semakin maju dalam hal pekerjaan. Dulu, hal yang wajar adalah “Pria setelah lulus kuliah, bekerja sampai waktu pensiun datang” dan “Wanita sewajarnya berhenti bekerja setelah menikah”, tetapi sekarang semuanya sudah berbeda. Semakin banyak wanita yang terus bekerja karena ingin terus memberikan kontribusi bagi masyarakat, atau hanya karena mencintai pekerjaannya atau bekerja dengan alasan keuangan. Semakin banyak juga wanita yang mengincar posisi-posisi tinggi layaknya pria seperti manajer atau badan eksekutif.
Walaupun di Jepang berlaku cuti melahirkan dan membesarkan anak, banyak wanita yang mengkhawatirkan cuti tersebut akan mengganggu pekerjaan mereka. Mereka berpendapat bahwa mereka “tidak ingin terganggu karena pekerjaan ini menyenangkan” atau “tidak ingin berhenti ketika saya baru mulai bekerja”, hal-hal ini menjadi alasan mereka untuk tidak menikah di usia 20-an.
https://kepojepang.com/wanita-jepang-tidak-menikah/
Selain itu, pria pun berpikiran yang sama, banyak dari mereka berpendapat pekerjaan mereka menyenangkan atau terlalu sibuk untuk memikirkan pernikahan dan orang lain.
Sulit bertemu orang yang cocok
Persepsi mengenai kesetaraan gender dalam berbagai situasi mendorong wanita untuk semakin aktif dalam kehidupan sosial, dibandingkan pemikiran lama seperti “Setelah menikah saya akan berhenti bekerja dan mengurus rumah tangga” lebih banyak wanita yang berpikiran “Saya akan menikah jika diizinkan terus bekerja” atau “Saya ingin menikah dengan seseorang yang bisa saling menghormati dan menghargai”, wanita yang menginginkan hubungan yang setara antar pasangan semakin meningkat. Ada juga wanita yang mempertimbangkan akan meninggalkan pekerjaan dalam jangka waktu yang lama ketika mengambil cuti hamil dan melahirkan menginginkan ingin menikah jika pendapatan pasangan jauh lebih tinggi daripada pendapatannya.
Selain itu, baik pria maupun wanita memiliki pekerjaan yang sama-sama penting sehingga memunculkan perbedaan pendapat antar kedua belah pihak. Misalnya, yang satu tidak ingin berhenti bekerja walaupun pasangan diharuskan mutasi, sedangkan yang lainnya ingin pindah bersama-sama ketika ditugaskan di tempat lain.
Karena hal ini, kriteria pasangan meningkat dan semakin sulit untuk menemukan pasangan yang tepat. Mereka tertarik dengan percintaan dan pernikahan, memiliki kesempatan bertemu lawan jenis, tetapi tuntutan kedua belah pihak tidak menemukan kecocokan. Ketika berusaha mencari yang cocok, tidak terasa usia semakin bertambah dan akan semakin sulit untuk memilih.
Kesimpulan
Ada berbagai penyebab orang Jepang memilih menunda pernikahan atau tidak menikah, tidak bisa dikatakan bahwa penyebabnya hanya karena satu alasan. Tidak ada salahnya ketika seseorang memiliki banyak pilihan dan tuntutan, setiap orang berhak memilih sesuai dengan keinginannya sendiri. Tetapi, kenyataannya ada orang yang “ingin menikah tetapi tidak bisa” semakin bertambah.
Menunda pernikahan atau memilih untuk tidak menikah menyebabkan penurunan angka kelahiran di Jepang. Jika melihat ke depan, tentunya hal ini akan merusak perekonomian. Selain itu, jika lansia yang tidak memiliki keluarga meningkat, permasalahan perawatan mereka pun akan mengalami peningkatan.
Baik pemerintah negeri maupun daerah berusaha mengambil langkah-langkah untuk menangani hal ini, seperti memberikan bantuan pekerjaan kepada mereka yang telah kehilangan pekerjaan, mengadakan acara pertemuan bagi mereka yang ingin menikah dan sebagainya. Akan tetapi, untuk saat ini tren menikah terlambat atau tidak menikah masih terus berlanjut.
https://kepojepang.com/alasan-mengapa-tidak-menikah/